Adab Seorang Penuntut Ilmu [1] : Mengikhlaskan Niat Karena Allah dalam Mencari Ilmu

. . Tidak ada komentar:
بسم الله الرحمن الرحيم

طلبت الأدب ثلاثين سنة وطلبت العلم عشرين سنة، وكانوا يطلبون الأدب ثم العلم

"Aku mempelajari adab selama 30 tahun dan mencari ilmu selama 20 tahun. Mereka (para salaf) dahulu mempelajari adab setelah itu baru ilmu." (Abdullah Ibnul Mubarak Al-Marwazy)[1]

Bahwa ilmu adalah amalan hati, rahasia kehidupan, dan sumber dari kekuatan, maka seyogyanyalah bagi seorang thalibul 'ilmi/penuntut ilmu/pencari ilmu/pelajar untuk mengetahui adab-adab yang berkaitan tentangnya dan bersungguh-sungguh untuk mengamalkan adab-adab tersebut. Bila tidak, maka ia akan berjalan ke satu arah sedangkan ilmu berjalan ke arah yang berlawanan, sebagaimana dikatakan,

سارت مشرقة وسرت مغربا شتان بين مشرق ومغرب

"Dia berjalan ke timur sedangkan aku berjalan ke barat. Aduhai, alangkah jauhnya timur dengan barat."

Juga harus diketahui pula bahwa adab-adab ini berbeda dengan adab-adab yang lain, dalam arti ketika ia tidak memiliki adab-adab ini maka tidaklah ia bisa disebut sebagai seorang penuntut ilmu. Sedangkan adab pada umumnya maka sudah menjadi keharusan baginya untuk berperangai dengannya, apakah ia orang biasa maupun seorang penuntut ilmu.

Tujuan menuntut ilmu syar'i adalah untuk mendapatkan kejelasan dalam melakukan segala sesuatu yang dengannya kita beribadah kepada Allah. Maka tujuan kita menuntut ilmu adalah untuk mentauhidkan Allah 'Azza wa Jalla dan beribadah hanya kepada-Nya. Hal ini akan berjalan dengan baik ketika seseorang yang menyibukkan diri dengan ilmu -baik ia seorang pelajar maupun pengajar-, menunjukkan tanda-tandanya, yaitu dengan ia mentauhidkan dan beribadah kepada Allah dengan benar berdasarkan syari'at Allah yang mulia.

Maka adab-adab dalam mencari ilmu benar-benar tidak bisa terpisahkan dengan orang yang berkecimpung di dalamnya yang hal ini telah ditetapkan oleh dalil tentang wajibnya berperangai dengannya. Juga adab-adab ini merupakan prinsip dari agama yang universal ini dimana orang yang hidup bermewah-mewah dan bersantai-santai tidak akan bisa menerapkannya bila ia tidak bersungguh-sungguh.

Berikut ini adalah adab-adab yang wajib untuk dipatuhi dan diamalkan oleh seorang penuntut ilmu:

1. Mengikhlaskan Niat Karena Allah dalam Mencari Ilmu 

Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata,

العلم لا يعدله شيء لمن صحّت نيته

"Ilmu itu tidak ada sesuatupun yang bisa menandinginya, bagi orang yang benar niatnya."

Murid-murid beliau bertanya, "Yang bagaimanakah itu?"

Beliau menjawab,

ينوي رفع الجهل عن نفسه وعن غيره

"Ia berniat untuk mengangkat kebodohan dari dirinya sendiri dan dari orang lain."[2]

Abu Hamid Al-Ghazali rahimahullah berkata,

اعلم أن النية والإرادة والقصد عبارات على متوارده معنى واحد وهو حالة وصفة للقلب يكتنفها أمران علم وعمل

العلم يقدمه لأنه أصله وشرطه والعمل يتبعه لأنه ثمرته وفرعه وذلك لأن كل عمل أعني كل حركة وسكون اختياري فإنه لا يتم إلا بثلاثة أمور علم وإرادة وقدرة لأنه لا يريد الإنسان مالا يعلمه فلابد وأن يعلم ولا يعمل ما لم يرد فلا بد من إرادة

ومعنى الإرادة انبعاث القلب إلى ما يراه موافقاً للغرض إما في الحال أو في المآل فقد خلق الإنسان بحيث يوافقه بعض الأمور ويلائم غرضه ويخالفه بعض الأمور فيحتاج إلى جلب الملائم الموافق إلى نفسه ودفع الضار المنافي عن نفسه فافتقر بالضرورة إلى معرفة وإدراك للشيء المضر والنافع حتى يجلب هذا ويهرب من هذا فإن من لا يبصر الغذاء ولا يعرفه لا يمكنه أن بتناول ومن لا يبصر النار لا يمكنه الهرب منها فخلق الله الهداية والمعرفة وجعل لها أسباباً وهي الحواس الظاهرة والباطنة

فالنية عبارة عن الصفة المتوسطة وهي الإرادة وانبعاث النفس بحكم الرغبة والميل إلى ما هو موافق للغرض إما في الحال وإما في المآل فالمحرك الأول هو الغرض المطلوب وهو الباعث والغرض الباعث هو المقصد المنوي والانبعاث هو القصد والنية وانتهاض القدرة لخدمة الإرادة بتحريك الأعضاء هو العمل

"Ketahuilah bahwa niat, keinginan, dan maksud itu adalah kata-kata yang sering dikemukakan dengan satu makna. Yaitu keadaan dan sifat hati yang diliputi oleh dua hal: ilmu dan amal.

Ilmu mendahului amal, karena ia adalah pokok dan syaratnya. Amal mengikuti ilmu, karena amal adalah buah dan cabangnya. Demikian itu karena setiap amal, yaitu antara gerak dan diam adalah pilihan. Maka tidak akan sempurna melainkan dengan tiga perkara, yaitu: ilmu, keinginan, dan kemampuan. Karena manusia itu tidak akan melakukan sesuatu yang ia tidak ketahui, maka ia pun harus memiliki ilmu. Seseorang tidak akan mengerjakan sesuatu yang tidak ia kehendaki, maka ia pun harus memiliki keinginan.

Makna keinginan ialah terbangkitnya hati kepada apa yang dilihatnya, sesuai apa yang ia maksudkan. Manusia itu diciptakan adakalanya ia mendapati sebagian perkara sesuai dengan yang ia inginkan dan terkadang ia mendapati perkara yang bertentangan dengan keinginannya. Oleh karena itu ia berusaha untuk lebih dekat kepada perkara yang bersesuaian dengan keinginannya dan menjauh dari perkara yang mendatangkan kerugian baginya. Maka sudah menjadi keharusan baginya untuk mengenal dan mengetahui sesuatu yang mendatangkan kerugian dan manfaat. Sehingga ia dapat mendekati atau menghindar dari perkara tersebut. Seseorang yang tidak mampu melihat dan mengenali sebuah makanan, niscaya ia tidak akan mengambilnya. Seseorang yang tidak dapat melihat api, niscaya ia tidak menjauh darinya. Maka Allah menciptakan hidayah (petunjuk) dan ma’rifah (mengenal) dan menjadikannya sebab-sebab yang meliputi zhahir maupun batin.

Niat itu ibarat sifat yang berada di tengah-tengah, yaitu antara keinginan dan tindakan untuk menjangkau sesuatu yang bersesuaian baginya, apakah pada masa sekarang atau pada masa yang akan datang. Tujuan yang diniatkan itu dinamakan pembangkit, dengan pembangkit itu tegaknya maksud dan niat. Sedang berdirinya kemampuan untuk melakukan keinginan dengan bergeraknya anggota badan itulah yang dikatakan amal."[3]

Telah tetap dalam agama yang mulia ini bahwa Allah 'Azza wa Jalla tidak menerima amalan apabila niatnya tidak ikhlas untuk mencari ridha Allah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga memberikan perhatian betapa pentingnya niat yang ikhlas dan kewajiban untuk menjaga niat dari perkara-perkara yang dapat merusak tujuan dan membatalkan amalan.

Sebagaimana hal ini terdapat dalam sebuah hadits shahih, dari Alqamah bin Waqash Al-Laitsi radhiallahu 'anhu, ia berkata, aku mendengar Umar Ibnul Khaththab radhiallahu 'anhu berkata di atas mimbar: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

إنما الأعمال بًالنيات وإنما لكل امرئ ما نوى فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله فهجرته إلى الله ورسوله ومن كانت هجرته لدنيا يصيبها أو امرأة يتزوجها فهجرته إلى ما هاجر إليه

"Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya. Dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang dia niatkan. Barangsiapa yang hijrahnya karena dunia yang ingin ia dapatkan atau karena perempuan yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya untuk apa yang ia tujukan."[4]

Allah tidak akan menerima amalan bila ia niatkan selain untuk Allah, sebagaimana dalam banyak ayat dan hadits di antaranya,

قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ‌ مِّثْلُكُمْ يُوحَىٰ إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَـٰهُكُمْ إِلَـٰهٌ وَاحِدٌ فَاسْتَقِيمُوا إِلَيْهِ وَاسْتَغْفِرُ‌وهُ وَوَيْلٌ لِّلْمُشْرِ‌كِينَ

Katakanlah, "Bahwasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhan kamu adalah Tuhan yang Maha Esa, maka tetaplah pada jalan yang lurus menuju kepada-Nya dan mohonlah ampun kepada-Nya. Dan kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang mempersekutukan-Nya." (QS Al-Fushilat: 6)

Maksudnya, janganlah memaksudkan amalan ibadah kepada selain Allah Ta'ala.

قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ‌ مِّثْلُكُمْ يُوحَىٰ إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَـٰهُكُمْ إِلَـٰهٌ وَاحِدٌ فَمَن كَانَ يَرْ‌جُو لِقَاءَ رَ‌بِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِ‌كْ بِعِبَادَةِ رَ‌بِّهِ أَحَدًا

Katakanlah, "Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku, 'Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa.' Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Rabbnya." (QS. Al-Kahfi: 110)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

بشر هذه الأمة بالسناء والدين والرفعة والنصر والتمكين في الأرض فمن عمل منهم عمل الآخرة للدنيا لم يكن له في الآخرة من نصيب

"Umat ini diberi kabar gembira dengan kemuliaan, kedudukan, agama, dan kekuatan di muka bumi. Barangsiapa dari umat ini yang melakukan amalan akhirat untuk meraih dunia, maka di akhirat ia tidak mendapatkan bagian sedikitpun."[5]

Dari Abu Umamah radhiallahu 'anhu, beliau berkata,

أنَّ رجلًا جاءَ إلى رسولِ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ فقال : يا رسولَ اللهِ, أرأيْتَ رجلًا غَزَا يَلْتَمِسُ الأَجْرَ والذِّكْرَ ؟ فقال رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ : لا شَيْءَ لهُ, فَأَعادَها ثلاثَ مراتٍ, يقولُ رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ : لا شَيْءَ لهُ , ثُمَّ قال : إِنَّ اللهَ لا يَقْبَلُ مِنَ العَمَلِ إِلَّا ما كان لهُ خَالِصًا, وابْتُغِيَ بهِ وجْهُهُ

"Seorang lelaki datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan berkata, 'Wahai Rasulullah, apa pendapat anda tentang seorang yang berperang mencari pahala dan gelar nama (reputasi)?' Rasullullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Ia tidak mendapatkan apapun.' Dia mengulangi pertanyaannya sampai tiga kali, akan tetapi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam selalu menjawab, 'Ia tidak mendapatkan apapun.' Kemudian beliau bersabda, 'Sesungguhnya Allah tidak menerima amalan kecuali amalan yang murni dan mencari wajah Allah Subhanahu wa Ta'ala."[6]

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

قال اللهُ تباركَ وتعالَى : أنا أغنَى الشركاءِ عن الشركِ . مَن عمِل عملًا أشرك فيه معِي غيرِي ، تركتُه وشركُه

"Allah Tabaraka wa Ta'ala berfirman, 'Aku sama sekali tidak butuh pada sekutu dalam perbuatan syirik. Barangsiapa yang menyekutukan-Ku dengan selain-Ku, maka Aku akan meninggalkannya dan perbuatan syiriknya.'"[7]

Maka, sudah menjadi keharusan untuk mengikhlaskan niat hanya untuk Allah dalam setiap amalan. Sebagaimana perkataan Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah,

كما أنه إله واحد لا إله سواه، فكذلك ينبغي أن تكون العبادة له وحده لا شريك له فكما تفرد بالإلهية يجب أن يفرد بالعبودية، فالعمل الصالح هو الخالص من الرياء، المقيد بالسنة

"Sebagaimana Allah adalah sembahan satu-satunya, tiada sembahan yang haq selain-Nya, maka demikian pula seharusnya ibadah hanya untuk-Nya semata, sebagaimana Allah satu-satunya di dalam perkara kekuasaan, maka Dia menyukai disendirikan dalam hal peribadatan. Maka, amal shalih adalah amal perbuatan yang terlepas dari riya' dan yang terikat dengan sunnah."[8]

Syaikh Sulaiman bin Abdillah bin Muhammad bin Abdil Wahhab rahimahullah berkata,

وهذان ركنا العمل المتقبل لا بد أن يكون صوابًا خالصًا، فالصواب أن يكون على السنة وإليه الإشارة بقوله: فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحاً. والخالص: أن يخلص من الشرك الجلي والخفي وإليه الإشارة بقوله:وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَداً

"Dua perkara ini adalah syarat diterimanya amalan, yaitu harus benar dan ikhlas. Amalan yang benar adalah yang sesuai dengan sunnah sebagaimana yang telah difirmankan, 'Hendaklah ia beramal dengan amalan yang shalih.' (QS. Al-Kahfi: 110). Dan amalan yang ikhlas adalah amalan yang terbebas dari syirik yang nyata (al-jaliy) dan yang tersembunyi (al-khafiy) sebagaimana yang telah difirmankan, 'Dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Rabbnya.' (QS. Al-Kahfi: 110)"[9]

Penuntut ilmu adalah mereka yang senantiasa memurnikan niat dalam mencari ilmu. Dan niat yang benar dalam menuntut ilmu adalah karena mengharap wajah Allah Ta'ala, beramal dengannya, menjalani kehidupan sesuai syari'at, menerangi dan memperbagus jiwanya, menjadikan ia dekat kepada Allah di hari akhir, dan mempersembahkan dirinya semata-mata untuk Sang Kekasih dengan hal yang diridhai dan dicintai-Nya. Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah berkata,

ما عالجت شيئا أشد علي من نيتي ؛ لأنها تتقلب علي

"Tidaklah aku merasa susah dalam meluruskan sesuatu melebihi niatku, karena ia senantiasa berbolak-balik."[10]

Dan tidaklah kita niatkan mencari ilmu itu untuk dunia seperti mendapatkan kedudukan, status, harta, atau menampakkan diri sebagai orang besar dan berilmu di hadapan orang-orang di sekitarnya, dan menampakkan diri di hadapan manusia bahwa ia seorang yang rajin menghadiri majelis ilmu. Maka janganlah kita mengambil sesuatu yang rendah berupa niat yang rusak sebagai pengganti yang baik.

أَتَسْتَبْدِلُونَ الَّذِي هُوَ أَدْنَى بِالَّذِي هُوَ خَيْرٌ

"Maukah kalian mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang baik?" (QS. Al-Baqarah: 61)

Abu Yusuf rahimahullah berkata,

يا قوم أريدوا الله تعالى بعلمكم، فإني لم أجلس مجلساً قط أنوي فيه أن أتواضع إلا لم أقم حتى أعلوهم، ولم أجلس مجلساً قط أنوي فيه أن أعلوهم إلا لم أقم حتى افتضح

"Wahai manusia, tujukanlah semata-mata untuk Allah Ta'ala dengan ilmu kalian, karena sungguh tidaklah aku duduk pada suatu majelis sama sekali dengan niat tawadhu' kecuali tidaklah aku berdiri sehingga mengalahkan mereka. Dan aku tidak duduk dari suatu majelis sama sekali dengan niat untuk mengalahkan mereka kecuali tidaklah aku berdiri hingga menyebabkan aku menjadi dikenal."[11]

Dari semua penjelasan di atas, dapat dirangkum dalam sebuah hadits shahih yang dikeluarkan oleh Al-Imam Muslim, dari sahabat Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

إن أول الناس يقضي يوم القيامة عليه رجل استشهد فأتى به فعرفه نعمته فعرفها قال فما علمت فيها قال قاتلت فيك حتى استشهدت قال كذبت ولكنك قاتلت لأن يقال جريء فقد قيل ثم أمر به فسحب على وجهه حتى ألقى في النار ورجل تعلم العلم وعلمه وقرأ القرآن فأتى به فعرفه نعمه فعرفها قال فما عملت فيها قال تعلمت العلم وعلمته وقرأت فيك القرآن قال كذبت ولكنك تعلمت العلم وعلمته وقرأت القرآن ليقال هو قارئ فقد قيل ثم أمر فسحب على وجهه حتى ألقي في النار ورجل وسع الله عليه وأعطاه من أصناف المال فأتي به فعرفه نعمه فعرفها قال فما عملت فيها ؟ قال: ما تركت من سبيل تحب أن ينفق فيها إلا أنفقت فيها لك قال: كذبت ولكنك فعلت ليقال هو جواد فقد قيل ثم أمر به فسحب على وجهه ثم ألقي في النار

Sesungguhnya orang yang pertama kali diberi keputusan pada hari kiamat adalah seseorang yang mati syahid. Lalu ia didatangkan dihadapan Allah. Kemudian Allah perlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatan-Nya yang diberikan kepadanya. Lalu orang tersebut mengakuinya.

Allah pun berkata, "Apa yang kamu kerjakan padanya?"

Ia berkata, "Aku berperang karena diri-Mu, hingga aku mati syahid."

Allah berkata, "Engkau telah berdusta. Sesungguhnya engkau berperang agar dikatakan sebagai pemberani dan hal itu telah dikatakan (sebagai orang yang pemberani)."

Kemudian diperintahkan agar orang tersebut dibawa lalu diseret mukanya hingga ia dilemparkan ke neraka.

Lalu seseorang yang belajar suatu ilmu kemudian mengajarkannya dan membaca Al-Qur'an lalu didatangkan di hadapan Allah. Kemudian Allah memperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatan-Nya yang diberikan kepadanya. Lalu orang tersebut mengakuinya.

Allah berkata, "Apa yang kamu kerjakan padanya?"

Ia menjawab, "Aku mempelajari suatu ilmu dan mengajarkannya serta membaca Al-Qur'an karena-Mu."

Allah berkata, "Engkau berdusta. Engkau mempelajari suatu ilmu, mengajarkannya, dan membaca Al-Qur'an supaya dikatakan bahwa engkau adalah orang yang ahli membaca. Dan hal itu telah dikatakan (sebagai orang yang membaca Al-Qur'an)."

Kemudian diperintahkan agar orang tersebut dibawa lalu diseret mukanya hingga ia dilemparkan ke api neraka.

Lalu ada seorang yang telah Allah berikan kepadanya kelapangan dan berbagai macam harta. Kemudian Allah memperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatan-Nya yang diberikan kepadanya. Lalu orang tersebut mengakuinya.

Allah berkata, "Apa yang kamu kerjakan padanya?"

Ia menjawab, "Tidak ada suatu jalan yang Engkau senang untuk diberi infak kecuali aku telah mengeluarkan infak padanya demi Engkau."

Allah berkata, "Engkau telah berdusta. Engkau melakukannya agar dikatakan sebagai orang yang dermawan dan hal itu telah dikatakan (sebagai orang yang dermawan)."

Kemudian diperintahkan agar orang tersebut dibawa, lalu diseret mukanya, kemudian dilemparkan ke dalam neraka.[12]

Al-Imam An-Nawawi rahimahullah menjelaskan hadits ini,

قوله صلى الله عليه وسلم في الغازي والعالم والجواد وعقابهم على فعلهم ذلك لغير الله وإدخالهم النار دليلٌ على تغليظ تحريم الرياء وشدة عقوبته وعلى الحث على وجوب الإخلاص في الأعمال كما قال الله تعالى (وما أمروا إلا ليعبدوا الله مخلصين له الدين)، وفيه أن العمومات الواردة في فضل الجهاد إنما هي لمن أراد الله تعالى بذلك مخلصاً، وكذلك الثناء على العلماء وعلى المنفقين في وجوه الخيرات، كله محمولٌ على من فعلَ ذلك لله تعالى مخلصاً

Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang orang yang berperang, orang alim, dan dermawan serta siksa Allah atas mereka, ialah karena mereka mengerjakan hal tersebut untuk selain Allah. Dimasukkannya mereka ke dalam neraka menunjukkan terlarangnya riya' dan kerasnya siksaan karenanya. Serta diwajibkannya untuk ikhlas dalam seluruh amal.

Allah Ta'ala berfirman, "Tidaklah mereka diperintahkan melainkan untuk menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agama dengan lurus." (QS. Al-Bayyinah: 5)

Keumuman hadits-hadits tentang keutamaan jihad, sesungguhnya diperuntukkan bagi orang yang melaksanakannya ikhlas karena Allah. Demikian pula pujian terhadap ulama dan orang yang berinfaq di segala bidang kebaikan, semua itu terjadi dengan syarat apabila mereka melakukan semata-mata karena Allah Ta'ala.[13]

Hadits tersebut tidak diragukan lagi bahwa seorang penuntut ilmu harus selalu memperbaharui niatnya semata-mata karena Allah Ta'ala, sehingga ia mencari ilmu tidak lagi untuk selain-Nya melainkan untuk menggapai ridha dan balasan-Nya. Bukan ia maksudkan supaya ia menjadi lebih tinggi di mata manusia, dipuji, dan disanjung karenanya. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,

مَنْ طلبَ العلمَ ليباهيَ بهِ العلماءَ ، أوْ يماريَ بهِ السفهاءَ ، أوْ يصرفَ وُجُوهَ الناسِ فَلهُ من علمِهِ النارُ

"Barangsiapa yang menuntut ilmu dengan tujuan menandingi para ulama, mendebat orang-orang bodoh, atau memalingkan wajah-wajah manusia kepadanya (menjadi pusat perhatian), maka ia telah mempersiapkan tempat duduknya dari neraka."[14]

Alhamdulillah selesai pembahasan poin pertama tentang mengikhlaskan niat karena Allah dalam mencari ilmu dan InsyaAllah akan bersambung ke pembahasan poin selanjutnya. Wa billahit taufiq.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم


Surakarta,
Jum'at, 2 Januari 2015

Rizky Tulus

Catatan kaki:
[1] Ghayah An-Nihayah fi Thabaqat Al-Qurra’ 1/446, maktabah syamilah
[2] Kitabul 'Ilmi 1/22 karya Syaikh Ibnu 'Utsaimin, maktabah syamilah
[3] Tahdzib Ihya 'Ulumuddin karya Abdussalam Harun 2/253
[4] dikeluarkan oleh Al-Bukhari dalam Shahihnya no. 1, 54, 2529, 6689, dan 6953, Muslim no. 1907, Ahmad 1/25 dan no.43, Abu Dawud no. 1647, An-Nasa'i 1/58-60 dan 6/158, Malik no. 983, Ibnu Hibban no. 388 dan 389, Ibnu Jarud no. 64, Ath-Thahawi 3/96, Ad-Daruquthni 10/50, Al-Baihaqi 1/41, Abu Nu'aim 8/42, Al-Khatib Al-Baghdadi 4/244 dan 9/346, dan Al-Baghawi no. 1 dan 206
[5] dikeluarkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya 5/134, Ibnu Hibban dalam Shahihnya 4/311, dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib no. 23
[6] dikeluarkan oleh An-Nasa'i 2/59, Al-Mundziri berkata dalam At-Targhib wat Tarhib 1/40 bahwa sanadnya jayyid (baik), Al-Albani berkata dalam Shahih An-Nasa'i no. 3406 bahwa hadits ini hasan shahih.
[7] dikeluarkan oleh Muslim dalam Shahihnya no. 2985 dari hadits Abu Hurairah
[8] Al-Jawabul Kafi liman Sa'ala 'anid-Dawa'i Syafi hal. 136
[9] Taisir Al-'Azizil Hamid fi Syarh Kitabit Tauhid hal. 525
[10] Tadzkiratus Sami' wal Mutakallim fi Adabil 'Alim wal Muta'alim hal. 68 karya Ibnu Jamaah Al-Kinani
[11] Tadzkiratus Sami' wal Mutakallim hal. 68
[12] dikeluarkan oleh Muslim dalam Shahihnya no. 1905
[13] Syarh Shahih Muslim 13/50
[14] dikeluarkan oleh Ibnu Majah dalam Shahihnya no. 205, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib no. 100

Referensi:
1. Adab Thalibil 'Ilmi karya Syaikh Muhammad Sa'id Raslan hafizhahullah
2. Situs Maktabah Syamilah, http://shamela.ws/
3. Situs Syaikh Alwi bin Abdul Qadir Assegaf hafizhahullah, http://dorar.net/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

# JADWAL KAJIAN RUTIN

# SELASA
Aqidah
Ust Dr. Sofyan Baswedan, MA
Kitab Tsalatsatul Ushul
Masjid At Tin, Depan UNS

Aqidah
Ust AbdulFattah
Kitab Ushulul Iman
Masjid Sabilillah Selatan UNS

# KAMIS
Tahsin Al Qur-an
Ust Abdullah (PP Bukhori)
Masjid al Furqon Timur UNS

# JUM'AT
Fiqh Ibadah
Ust Lilik
Kitab Mulakhosh Fiqhiy
Masjid at Tin, Depan UNS

# AHAD ke-4
Ust Abu 'Izzi
Kitab Ishlahul Qulub
Masjid al-Furqon, Timur UNS

Info Kajian Solo

Download Kajian – KajianSolo.Com

Entri yang Diunggulkan

MP3 Rekaman - Kajian Ust Abu Izzi - Memperbaiki Hati 01-26 (sampai November 2016) Jebres, Surakarta

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام على المبعوث رحمة للعالمين وعلى آله وصحبه ومن تبعهم بإحسان إل...